Kamis, 23 Desember 2010

GAYUS ANTARA HUKUM DAN POLITIK


Gayus Halomom P Tambunan salah satu tersangka mafia pajak tengah menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Pasalnya, sebanyak 149 perusahaan yang bermasalah dengan pajak diduga terkait dengan Gayus Tambunan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini disebabkan oleh pengungkapan rekening mencurigakan milik Gayus sebesar Rp. 25 miliar yang diduga terkait dengan perpajakan, pencucian uang dan korupsi. Uang sebesar Rp. 25 miliar ini sempat diakui pengusaha properti asal Batam, Andi Kosasih. Tapi akhirnya polisi mampu mengungkap bahwa uang tersebut adalah milik Gayus.
Dalam kasus pajak ini Gayus dituntut kepolisian dengan tiga pasal, yakni pasal penggelapan, pencucian uang, dan korupsi. Akan tetapi, dalam persidangan Gayus hanya dituntut dengan pasal penggelapan. Satgas PMH mencium kejanggalan dalam kasus ini. Pertama, soal ancaman hukuman yang ternyata lebih ringan dari ketentuan undang-undang. Kedua, biasanya di Pengadilan Negeri Tangerang setiap Jum’at tidak digelar persidangan pidana atau perdata, yang ada hanya sidang tilang. Vonis Gayus dijatuhkan pada hari Jum’at. Ketiga, jaksa hanya menuntut Gayus dengan pasal penggelapan. Menurut satgas, terdakwa diduga melakukan pencucian uang dan korupsi.
Mengenai kejanggalan yang terjadi dalam kasus mafia pajak ini telah terselesaikan dengan dijatuhkannya hukumuan terhadap sepuluh jaksa yang ikut ambil bagian dalam persidangan Gayus. Dengan demikian kasus Gayus semakin panjang dengan dituntutnya Gayus dengan tiga pasal, penggelapan uang, pencucian uang, dan korupsi.
Selain itu, ramainya pembicaraan masyarakat saat ini disebabkan oleh kasus tersangka mafia pajak tersebut yang telah merambah wilayah politik. Hal ini disebabkan Gayus sang mafia pajak terlihat oleh salah satu wartawan olah raga kompas, Agus Susanto, sedang menonton turnamen tenis internasional di Nusa Dua Bali. Kejadian tersebut bermula ketika panitia acara mendeteksi orang yang wajahnya mirip Gayus membeli tiket pertandingan tenis tersebut lalu memberi tahu wartawan olah raga Kompas tersebut.
Bukan karena Gayus menonton pertandingan turnamen tenisnya  yang menjadi kasus hukum Gayus merambah ke wilayah politik. Akan tetapi, ketika diadakan pertandingan tenis internasional tersebut, terlihat juga Abu Rizal Bakrie, pemilik perusahaan besar di Indonesia Bakrie Group, sekaligus ketua umum partai golkar, sedang mononton pertandingan kelas internasional tersebut.
Sudah diketahui secara umum, dalam salah satu sidang yang pernah digelar, Gayus Halomon P Tambunan pernah mengaku dirinya menerima uang sedikitnya sebesar 3 juta dollar AS dari  tiga anak perusahaan milik Bakrie Group, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources, dan PT Arutmin. Dari sinilah permainan politik berlangsung. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH)  menduga Abu Rizal Bakrie dan Gayus Halomon P Tambunan bertemu di Bali untuk membicarakan mengenai dugaan suap terhadap ke tiga anak perusahaannya.
Satgas PMH merupakan lembaga yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai lembaga pendorong pemberantasan mafia hukum di tanah air. Akan tetapi, berkenaan dengan dugaan bertemunya Gayus Tambunan dan Abu Rizal Bakrie di Bali membuat sebuah pernyataan dari Ketua BP Setara Institute, Hendardi, dan pengacara Gayus Tambunan, Adnan Buyung Nasution, bahwa kasus Gayus adalah mainan politik Satgas PMH. Dan Satgas PMH sendiri dibentuk sebagai mainan politik pemerintah.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa Golkar merupakan lawan politik Partai Demokrat yang tidak bisa dianggap remeh apalagi di bawah kendali Abu Rizal Bakrie. Maka dari itu, keterlibatan Abu Rizal Bakrie dihembuskan untuk mengalahkan lawan politiknya pada pemilu tahun 2014 nanti.
Dari kubu Abu Rizal Bakrie sendiri, dihembuskannya isu mengenai bertemunya Abu Rizal Bakrie merupakan salah satu bentuk pembunuhan karakter dan menuding telah terjadi intervensi politik dalam kasus Gayus. Pernyataan ini muncul setelah keluarnya tuntutan dari ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman agar polisi memeriksa tiga perusahaan Bakrie yang dikabarkan memberikan imbalan kepada Gayus untuk memanipulasi pajak.
Aburizal Bakrie sendiri menyatakan tak masalah jika polisi ingin memeriksa perwakilan tiga perusahaan di bawah kelompok Bakrie itu. Menurut Aburizal, saham ketiga perusahaan itu milik publik sehingga tidak ada hubungannya dengan dirinya. Selain itu, Aburizal juga menolak pernyataan Gayus yang menyebutkan telah menerima uang dari PT KPC. Meski demikian, publik menilai berbelit-belitnya pengungkapan kasus penggelapan pajak yang melibatkan Gayus tak lepas dari faktor politik yang melingkupinya.
Kasus mengenai keluarnya Gayus dari tahanan untuk bepergian dan melihat turnamen tenis merupakan sesuatu yang sangat miris sekali untuk didengar mengingat kenyataan mudahnya  para pelaku hukum untuk disuap dan dibeli. Pengakuan Gayus seolah menjadi penegas fakta yang mengonfirmasi betapa hukum bisa dibeli atau dipermainkan oleh kekuatan uang. Keberadaan Gayus di Bali pula yang menjadi pelengkap dari rangkaian bukti lemahnya integritas aparatur penegak hukum. Publik pesimistis sistem penegakan hukum dapat berjalan di tengah situasi di mana kepentingan politik dan kekuatan kapital lebih berpengaruh dan berkuasa dalam proses hukum di negara ini.
Berbagai masalah mengenai Gayus yang terjadi di ranah hukum dan politik membuat banyak spekulasi bahwa pemerintah ikut bermain dalam kasus Gayus. Akan tetapi, semua yang terjadi dalam kasus Gayus merupakan bukti kelemahan yang terjadi dalam sistem hukum di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar